Rabu, 21 Januari 2015

Surat Pinggiran

Standard





Untuk kalian, para pemilik kehidupan...


Inilah hidup kami, kaum 'terbuang'. Ketika kalian bertanya tentang siapa kami, penghuni jalanan yang kalian katakan sebagai kaum rendahan? hidup di antara keramaian lalu lalang kendaraan sang bangsawan.

Inilah kami, yang memulai kehidupan dengan menyusuri jalanan. Hidup di tengah hiruk pikuk kota dan kerasnya kehidupan. Alat musik yang terbuat dari kaleng rombeng dan botol minuman bekas, terkadang sebuah gitar kecil usang  serta suara pas-pasan yang bahkan mungkin menurut kalian ini adalah sebuah 'pencemaran' suara. Berharap ada tangan yang terulur di balik kaca mobil sedan yang kalian banggakan.

Wahai para Tuan  pemilik mobil sedan, demi mendapat belas kasihan kalian ingatkah ketika lampu merah telah berganti menjadi hijau kami harus berlari di antara ratusan kendaraan yang tanpa kami sadari itu bisa merenggut nyawa kami. Tapi haram hukumnya bagi kami untuk menyerah mencari nafkah, hidup dari lampu merah yang satu ke lampu merah lainnya, rumah makan yang satu ke rumah makan yang lainnya, demi nominal yang berapa pun nilainya itu sangat berharga bagi kami. Itulah hukum mutlak kami.

Dibalik usiaku yang masih sangat belia, aku dituntut untuk mencari sesuap nasi untuk bisa bertahan hidup. Ketika kalian bertanya kemanakah orang yang seharusnya menjadi pelindungku, dimanakah orang tuaku? apakah kalian perlu mengetahui kehidupan pribadi seorang anak jalanan.? Ibuku telah meninggal dunia karena sebuah penyakit, bahkan untuk sekedar membeli obat pun kami tidak mampu. Ayahku meninggalkanku setelah ibu meninggal. Dan ini adalah takdirku menjadi bagian dari anak jalanan, yang tidur hanya beralaskan koran di depan toko orang. Baju lusuh yang selalu sama itu mejadi pemandangan yang tidak asing lagi, dinginnya udara malam itu sudah cukup menjadi makan malam kami. Panas dan penatnya kaki di siang hari itu menjadi jalan menuju mimpi bagi kami. Dan tubuh mungil kami yang kurus dan tak terawat justru menjadi pemandangan yang menjijikan untuk kalian bukan?

Ketika aku melihat orang lalu lalang lewat dihadapanku dengan tatapannya yang sinis dan angkuh, aku hanya bisa mengadu, Tuhan, jika aku boleh memilih aku tidak akan pernah memilih hidup sebagai anak jalanan. Aku ingin hidup layaknya anak-anak pada umumnya. Bahagia berada di tengah keluarga mereka tanpa adanya kekurangan. Tapi inilah takdirMu, yang harus membuat kami anak jalanan selalu berpikir, apa yang salah pada diri kami sampai-sampai orang melirik pun tak sudi, menganggap kami seperti mahluk yang serendah-rendahnya.

Di lain waktu, kami dituntut untuk bisa lari sekencang-kencangnya dengan menahan air mata menghindari petugas penertiban yang dengan gusar membawa kami menuju posnya, seolah-olah kami adalah binatang liar yang lepas dari kandangnya. Belum lagi tindakan diskriminasi yang kami peroleh dari anak jalanan yang sudah dewasa, pukulan yang mendarat di tubuh kami ketika kami tidak menuruti perintah mereka. Kami yang selalu hidup di bawah bayang-bayang ketakutan. Kami sudah kenyang dengan caci maki orang -orang. Serendah itukah kami di mata kalian?

Katanya negara ini adalah negara hukum. Sering kali para pejabat berkoar-koar tentang hak kami untuk mendapat perlindungan, hak kami untuk mendapatkan pendidikan dan penghidupan yang layak dan kehidupan kami yang 'katanya' dilindungi oleh undang-undang. Lantas kemanakah keadilan di negeri ini? kemanakah hak kami?

Wahai tuan pemilik mobil sedan, pernahkah kalian memikirkan kehidupan kami di balik kaca mobil yang selalu kalian banggakan?

Saat pagi tiba, kami hanya bisa menatap dari kejauhan sebuah bangunan yang disebut 'sekolah'. Kami pun ingin merasakan duduk di bangku pendidikan dengan seragam yang melekat. Namun sayangnya, kalian yang justru memiliki 'kelebihan' itu justru menyia-nyiakannya dengan membolos dan bertawuran di sepanjang jalan.

Aku pun ingin belajar menulis dan membaca. Menulis sebuah surat untuk bapak Bupati, Walikota, Gubernur bahkan Presiden sekalipun. Katanya menulis itu adalah kebebasan. Dan membaca, orang bilang dengan membaca kita bisa berkeliling dunia. Kami juga memiliki cita-cita setinggi langit. Menjadi seorang polisi, dokter, pengacara, pilot dan yang lainnya. Tapi bagaimana cita- cita itu dapat tercapai kalau pemerintah hanya memperhatikan kaum berada saja. Sekali lagi, kemanakah hak kami?

Saat orang-orang di penjuru kota memberitakan kasus korupsi yang terjadi dimana-mana, kami hanya bisa mengutuk dan memberikan sumpah serapah untuk mereka. Dimanakah hati mereka ketika melihat kami makan dari sisa-sisa makanan di tong sampah. Makanan yang tidak pernah kami pikirkan lagi apakah itu masih layak dimakan atau tidak. Sedangkan mereka tidak pernah puas dengan harta dan jabatan yang dimiliki. Mereka renggut hak kami, kebebasan kami. Rumah megah dengan halaman yang luas selalu kami bandingkan dengan tempat berteduh kami yang hanya beralaskan koran dan beratap langit. Sungguh kejam hidup ini !!

Wahai kalian..
Kami pun ingin mengenakan pakain layak pakai. Bukan pakaian bekas yang kami temukan dari tempat sampah yang disana-sini penuh dengan robekan. Kami pun ingin merasakn kehidupan yang layak seperti kalian.

Kami pun ingin merasakan bangku sekolah dan menerima ilmu pengetahuan. Mengejar mempi-mimpi kami yang selama ini hanya ada dalam angan belaka.

 Sungguh, kebahagiaanku sangat sederhana. Bisa makan untuk hari ini dan berbagi dengan sesama anak jalanan lainnya.

Wahai kalian para pemilik kehidupan,

Kami tidak pernah meminta dilahirkan sebagai kaum terbuang. Kami hanya meminta sedikit rezeki dari kalian. Nominal yang kalian ulurkan untuk kami tidak akan sedikit pun mengurangi kekayaan kalian. Ketika kalian menghujat kami, kami hanya bisa menahan air mata dan mencoba untuk menebalkan telinga kami. Kami pun ingin memberontak. Kami tidak pernah menyalahkan Tuhan, karena memang inilah jalan hidup kami, menjadi bagian dari kehidupan jalanan.

Tuhan, apa kami salah mempunyai impian?
kami juga mempunyai segudang mimpi seperti mereka,
mimpi yang sungguh sangat sederhana, dipertemukan dengan kebahagiaan.
Ketika kami memejamkan mata, berharap bila esok tiba akan ada sebuah kehidupan yang baru untuk kami.

Inilah hidup kami, anak jalanan.....

0 komentar:

Posting Komentar