Arti Sebuah Mimpi
By
: Hidayatul Baroroh
“
Sekarang saatnya kamu harus pulang, Syifa?” terdengar suara yang begitu
menggema di ruangan yang gelap itu.
“Pulang?tapi ini rumahku. Dan siapa engkau?” Tanya syifa
dengan gemetaran. Keringatnya pun sudah bercucuran.
“Waktumu sudah habis, dan sekarang saatnya kamu
mempertanggung jawabkan apa yang telah kamu perbuat selama ini.”
“Tidak. Rumahku di sini. Jangan ganggu hidup aku.”
Ketakutan pun semakin menjadi, tatkala tiba- tiba secara
perlahan muncul sorotan cahaya yang semakin lama semakin dekat dan menyorot ke
arahnya. Dan…
“Tidaaaaakkkkk!!!!!!” teriakannya sendiri yang telah
membangunkan dia dari mimpi buruk yang tidak jelas apa artinya.
“mimpi itu lagi.”gumamnya. “Apa maksud mimpi ini,Tuhan?
Kenapa mimpi ini selalu menghantui tidurku? Ada apa di balik semua ini?”
runtutan pertanyaan mengantri dalam pikirannya.
Diliriknya jam dinding yang tergantung di kamarnya,
03.40. Masih terlalu pagi untuk dia bangun. Biasanya jam 06.15 baru dia
beranjak dari tempat tidur. Tapi pagi ini dan beberapa pagi sebelumnya berbeda.
Dengan keringat yang masih menempel, ia menghampiri cermin yang terletak di
samping ranjang tidurnya.
“mati!!” tiba- tiba terucap sebuah kata dari bibirnya
yang dia sendiri pun tidak menyadari hal itu. Ditatapnya cermin itu lekat
–lekat, tampak bayangan dirinya yang begitu ketakutan. Dan tiba- tiba, sebuah
bayangan masa lalu muncul. Waktu seolah- olah di putar kembali, terlihat
bayangan dirinya dengan kebiasaan buruk yang selalu menyertai. Kebiasaan
melalaikan perintah_Nya, membantah orang tua, berbuat kasar terhadap orang
lain, dan berpuluh- puluh bahkan beratus- ratus kebiasaan buruk bergantian
bermunculan. Entah disadari atau tidak, air matanya pun menetes.
Berapa lama dia berdiri di depan cermin itu, entahlah.
Yang jelas, suara adzan subuh berkumandang dan membuyarkan semuanya. Sudah
berapa lama ia tidak menghadap_Nya?
“Sholat? masih pantaskah aku yang hina ini menghadap_Mu
kembali, Tuhan?” gumamnya.
***
Berpasang- pasang mata tertuju pada sosok akhwat yang
berjalan di koridor kampus. Sosok yang sebenarnya tidak asing bagi mereka,
hampir semua mahasiswa mengenalnya. Bagaimana tidak, ia adalah orang yang
selalu jadi bahan perbincangan sehari- hari dengan beragam kelakuan anehnya. Dialah
Syifa. Tapi sepertinya akhwat yang satu ini cukup cuek dengan sekitarnya, atau
mungkin gerogi sehingga ia berjalan sambil menunduk dan jalannya pun begitu
cepat tanpa melirik kanan kirinya. Tiba – tiba…
“Bruugghhh” sebuah suara tumpukan buku yang jatuh. Ia
telah menabrak seseorang.
“maaf ” suara syifa terdengar lirih. Ia pun bergegas
membantu memungut buku- buku yang jatuh tadi. Dan tanpa sengaja matanya tertuju
pada sebuah buku yang berjudul “ Ketika Kematian Datang”. Seketika jantungnya
berdebar lebih cepat, dan ingatannya kembali ke mimpi itu. Ya, mimpi itu persis
dengan gambar di cover buku itu.
“Afwan, ukhti. Ukhti baik- baik saja?” Tanya orang itu.
“Oh, ngga papa. Maaf, ini bukunya.” Rupanya ia cukup
kaget.
“Allahu Akbar, Subhanallah.” Decak orang itu penuh
kekaguman. “ ini beneran Syifa, Subhanallah….” Lanjutnya.
“Iya..” Syifa pun langsung pergi dengan terburu- buru.
Rahma, orang yang tadi bertabrakan dengan Syifa tampak
termenung melihat kepergian Syifa. Allah, apakah Engkau telah membukakan pintu
Hidayah_Mu untuknya? Ia begitu cantik dengan balutan busana muslimah. Semoga
hatinya pun bisa secantik luarnya. Teringat beberapa waktu yang lalu, ketika
Syifa dengan terang- terangan menghina Rahma yang mengenakan hijab dengan baju
muslimah lengkapnya. Astaghfirulloh…
Di tempat lain…
“Hey, Fa. Itu beneran loe? Kagak salah tuh penampilan?
Kesambet jin di mana loe?” Teriak Ardy, sahabat Syifa yang jelas- jelas kaget
melihat penampilan soulmatenya itu.
“Udah lah mending sekarang loe lepas tuh jilbab. Lagian
percuma loe pake baju gituan, gerah gue nglihatnya.” Imbuh temannya.
“Gini deh, mending sekarang kita nongkrong di diskotik.
Asyik tuh sambil dugem, cari gebetan baru bro.haha….” Tambah temannya yang
lain.
Ucapan
teman- temannya itu hanya masuk lewat telinga kanan dan keluar lewat telinga
kiri bagi Syifa. Karena ia sama sekali tidak menggubrisnya, malah segera
beranjak pergi dari kumpulan anak- anak itu. Teman- temannya hanya terbengong
dan menganggap Syifa benar- benar kesambet.
***
Suara adzan dzuhur berkumandang. Tampak beberapa orang
mahasiswa berjalan menuju masjid. Pemandangan yang tidak asing sebenarnya, tapi
bagi Syifa ini adalah sebuah legenda yang bersejarah dalam hidupnya. 3 tahun ia
menuntut ilmu di sini, baru kali ini ia
menginjakan kakinya di masjid kampus. Meskipun ia sendiri saat ini
bingung, apa yang akan ia lakukan di masjid ini sekarang. Apakah hanya duduk
terdiam atau pura- pura sholat? Notabene ia sendiri pun tidak tau bacaan
sholat, hanya gerakan yang ia ingat. Meskipun dulu ketika ke dua orang tuanya
masih hidup ia pernah diajari sholat dan bacaannya. Sayang, waktu itu usianya
masih 5 tahun. Dan materi mulia itu pun hilang begitu saja setelah orang tuanya
meninggal dalam kecelakaan 15 tahun yang lalu.
“Assalamualaikum ya ukhti. Lagi dapet ya, dari tadi ana
perhatiin ukhti melamun sendiri di sini?” Tanya Rahma, gadis yang tadi pagi ia
tabrak.
“Eh,,,itu ee ..iya lagi dapet.” Jawabnya gugup.
Sebenarnya ia mau berterus terang, tapi ia merasa malu. Malu kepada Allah, malu
kepada perempuan yang pernah ia hina karena penampilan muslimahnya, penampilan
yang dulu ia anggap kampungan dan norak, tapi sekarang malahan dia sendiri yang
memakan omongan itu.
“Syifa, aku sangat bersyukur Allah telah memberi kamu
petunjuk. Aku ngga tau alasan kamu sekarang menjadi seperti ini, tapi aku yakin
ini adalah jalan yang terbaik untuk kamu. Dari dulu, aku selalu berdo’a supaya
suatu saat nanti kamu bisa hijrah ke jalan_Nya. Kalau kamu butuh bantuan, aku
akan bantu kamu selama aku bisa dan Allah meridhoinya.” Ucap Rahma dengan nada
tulus. “ Asal kamu tau, dulu aku sama seperti kamu. Menjadi orang yang ngga
punya tujuan hidup. Dan saat aku berubah, cobaan itu selalu datang beruntun.
Olok- olokan teman, cemoohan dan masih banyak lagi. Tapi aku udah bener- bener
niat untuk berubah. Aku ngga peduli dengan orang menganggap aku apa. Dan
hasilnya, seperti yang kamu lihat sekarang ini. Aku pun masih belajar, Syifa”.
Tanpa terduga Syifa menangis dan memeluk Rahma. Dia
begitu terisak. Rahma yang tadi berusaha tegar akhirnya luluh juga. Bagaimana
pun dia pernah mengalami masa- masa seperti itu.
“Rahma, gue bener- bener takut. Gue ngga tau harus
berbuat apa. Gue ngga bisa sholat, ngaji dan yang lainnya. Gue cuma pengin
berubah.”
“Aku mau bantu kamu, Syifa. Di sini kita keluarga, banyak
saudara- saudara kita yang mau bantu. Dan mulai sekarang, kita akan memulai
semuanya dari nol. Oke, ukhti?”
Syifa hanya bisa mengangguk pelan, dia tak mampu berkata-
kata.
***
Meski mimpi itu tak pernah berhenti menghantui,
setidaknya sekarang Syifa bisa tenang. Ia memiliki keyakinan, Allah lah yang
mengatur segalanya. Hari demi hari ia lalui dengan belajar tentang Islam yang
benar. Bahkan ia pun tak segan- segan berguru kepada seorang ustadz. Dan Rahma,
perempuan yang kini telah menjadi sahabatnya selalu berusaha membimbingnya
dengan baik. Dan cobaan itu sedikit demi sedikit bisa ia lewati.
Minggu berganti bulan, dan sekarang memasuki bulan ke 7.
Hari ini begitu aneh, mimpi itu tak datang lagi. Padahal selama setengah tahun
ini mimpi itu tidak pernah berhenti mengejarnya, dan mimpi itu pula yang kini
menjadi alat untuk membangunkannya di sepertiga malam untuk qiyamul-lail. Tapi
pagi ini dia begitu bahagia, wajahnya nampak tidak seperti biasa. Wajahnya
lebih bersinar, dan terlebih ia bahagia karena tante dan om nya yang selama ini
menjadi orang tua pengganti untuknya telah tiba kembali di tanah air.
“Tante, Syifa minta maaf selama ini sudah menjadi beban
buat tante dana om. Syifa belum bisa membalas kebaikan kalian. Syifa sayang om
dan tante.”
Dan mereka hanya bisa saling menangis terharu dengan
perubahan yang terjadi pada keponakannya itu.
Siang ini, Syifa dan Rahma berniat untuk mengunjungi
salah satu panti asuhan yang dekat dengan kampus mereka. Kegiatan ini memang
sudah rutin tiap minggu mereka lakukan.
“Rah, sholat dulu yuk di masjid situ.” Ajak Syifa.
“ Ana lagi ngga sholat ukh, ana tunggu di sini saja
sambil pesen es.” Jawab Rahma sambil tersenyum.
“Oh ya, afwan ana lupa.” Syifa pun berjalan menuju masjid
di seberang jalan raya. Tapi dia berhenti sebentar dan berkata sesuatu kepada
Rahma, “Rah, syukron untuk semuanya. Kamu telah menjadi sahabat dan saudara
terbaik untukku. Apapun yang terjadi nanti tetap bimbing aku dalam do’amu.”
Rahma kebingungan dengan
omongan Syifa, tapi dia hanya mengangguk. Beberapa menit kemudian setelah Syifa
selesai sholat dan hendak berjalan menemui Rahma, ia merasa seperti sedang
terbang. Ia berjalan begitu ringan dan wajahnya terlihat begitu bersinar. Dia
tidak mendengar teriakan Rahma, dan……
“Brughhh” tubuhnya terjatuh seketika setelah tertabrak
sebuah truk. Semua orang langsung mendatangi tempat kecelakaan itu, termasuk
Rahma. Dia histeris melihat tubuh sahabatnya berlumuran darah diam tak bergerak
namun wajahnya tetap tersenyum.
“Innalillahi wa inna ilaihi rojiun” Ucap salah satu orang
di kerumunan itu. “Dia sudah tidak bernafas”. Imbuhnya sambil mendekatkan ujung
jarinya tepat di hadapan hidung Syifa.
Rahma semakin histeris ketika seseorang mengatakan bahwa
sahabatnya ini telah meninggal. Dia ingat kata- kata Syifa sebelum ia sholat
tadi. Ia ingat tingkahnya yang berbeda dari biasanya. Dan ia ingat dengan wajah
Syifa yang hari ini nampak lebih bersinar dari biasanya. Dan dia ingat semua
tentang sahabatnya ini.
Dan sekarang Rahma tau jawaban dari mimpi yang selama ini
Syifa ceritakan. Mimpi itu adalah peringatan sekaligus petunjuk yang Allah
berikan untuknya. Hari ini ia tidak bermimpi, karena hari ini mimpi itu telah
menjadi suatu kenyataan. Allah memanggilnya, dan semoga dalam keadaan khusnul
khotimah. Allah maha adil. Syifa kembali setelah ia berubah. Allah memberinya
kesempatan untuk berbuat baik.
Sore harinya jenazah Syifa dimakamkan bersebelahan dengan
makam ke dua orang tuanya.
“Kakak, Syifa telah menyusul kalian. Maaf selama ini kami
tidak bisa merawatnya dengan baik seperti apa yang telah kalian amanahkan
kepada kami 15 tahun yang lalu. Selamat jalan nak, semoga kalian bisa
dipersatukan lagi dalam surga_Nya.” Ucap
tante Syifa.
“Aamiin ya Robb, selamat jalan saudaraku” imbuh Rahma.
Do’aku akan selalu menyertaimu. Dan kita pun nanti akan menyusulmu, ucapnya
dalam hati.
“ Allah selalu
membukakan pintu maaf bagi
hamba_Nya yang mau bertaubat. Wahai
sahabatku, tak ada kata terlambat untuk kita hijrah di jalan_Nya. Sebelum
jantung ini berhenti berdetak, sebelum nafas ini berhenti berhembus dan sebelum
mata ini menutup untuk selama-lamanya, tak ada salahnya kita bertaubat. Kapan
pun ajal bisa datang, hanya Allah yang tau. Bukan harta yang kita bawa kalau mati nanti, namun
amal perbuatanlah yang akan menjadi sahabat untuk kita di akhirat kelak.”
***
0 komentar:
Posting Komentar