Kamis, 06 Maret 2014

Standard
Arti Sebuah Mimpi
                                                                        By : Hidayatul Baroroh

“ Sekarang saatnya kamu harus pulang, Syifa?” terdengar suara yang begitu menggema di ruangan yang gelap itu.
            “Pulang?tapi ini rumahku. Dan siapa engkau?” Tanya syifa dengan gemetaran. Keringatnya pun sudah bercucuran.
            “Waktumu sudah habis, dan sekarang saatnya kamu mempertanggung jawabkan apa yang telah kamu perbuat selama ini.”
            “Tidak. Rumahku di sini. Jangan ganggu hidup aku.”
            Ketakutan pun semakin menjadi, tatkala tiba- tiba secara perlahan muncul sorotan cahaya yang semakin lama semakin dekat dan menyorot ke arahnya. Dan…
            “Tidaaaaakkkkk!!!!!!” teriakannya sendiri yang telah membangunkan dia dari mimpi buruk yang tidak jelas apa artinya.
            “mimpi itu lagi.”gumamnya. “Apa maksud mimpi ini,Tuhan? Kenapa mimpi ini selalu menghantui tidurku? Ada apa di balik semua ini?” runtutan pertanyaan mengantri dalam pikirannya.
            Diliriknya jam dinding yang tergantung di kamarnya, 03.40. Masih terlalu pagi untuk dia bangun. Biasanya jam 06.15 baru dia beranjak dari tempat tidur. Tapi pagi ini dan beberapa pagi sebelumnya berbeda. Dengan keringat yang masih menempel, ia menghampiri cermin yang terletak di samping ranjang tidurnya.
            “mati!!” tiba- tiba terucap sebuah kata dari bibirnya yang dia sendiri pun tidak menyadari hal itu. Ditatapnya cermin itu lekat –lekat, tampak bayangan dirinya yang begitu ketakutan. Dan tiba- tiba, sebuah bayangan masa lalu muncul. Waktu seolah- olah di putar kembali, terlihat bayangan dirinya dengan kebiasaan buruk yang selalu menyertai. Kebiasaan melalaikan perintah_Nya, membantah orang tua, berbuat kasar terhadap orang lain, dan berpuluh- puluh bahkan beratus- ratus kebiasaan buruk bergantian bermunculan. Entah disadari atau tidak, air matanya pun menetes.
            Berapa lama dia berdiri di depan cermin itu, entahlah. Yang jelas, suara adzan subuh berkumandang dan membuyarkan semuanya. Sudah berapa lama ia tidak menghadap_Nya?
            “Sholat? masih pantaskah aku yang hina ini menghadap_Mu kembali, Tuhan?” gumamnya.
                                                                        ***

            Berpasang- pasang mata tertuju pada sosok akhwat yang berjalan di koridor kampus. Sosok yang sebenarnya tidak asing bagi mereka, hampir semua mahasiswa mengenalnya. Bagaimana tidak, ia adalah orang yang selalu jadi bahan perbincangan sehari- hari dengan beragam kelakuan anehnya. Dialah Syifa. Tapi sepertinya akhwat yang satu ini cukup cuek dengan sekitarnya, atau mungkin gerogi sehingga ia berjalan sambil menunduk dan jalannya pun begitu cepat tanpa melirik kanan kirinya. Tiba – tiba…
            “Bruugghhh” sebuah suara tumpukan buku yang jatuh. Ia telah menabrak seseorang.
            “maaf ” suara syifa terdengar lirih. Ia pun bergegas membantu memungut buku- buku yang jatuh tadi. Dan tanpa sengaja matanya tertuju pada sebuah buku yang berjudul “ Ketika Kematian Datang”. Seketika jantungnya berdebar lebih cepat, dan ingatannya kembali ke mimpi itu. Ya, mimpi itu persis dengan gambar di cover buku itu.
            “Afwan, ukhti. Ukhti baik- baik saja?” Tanya orang itu.
            “Oh, ngga papa. Maaf, ini bukunya.” Rupanya ia cukup kaget.
            “Allahu Akbar, Subhanallah.” Decak orang itu penuh kekaguman. “ ini beneran Syifa, Subhanallah….” Lanjutnya.
            “Iya..” Syifa pun langsung pergi dengan terburu- buru.
            Rahma, orang yang tadi bertabrakan dengan Syifa tampak termenung melihat kepergian Syifa. Allah, apakah Engkau telah membukakan pintu Hidayah_Mu untuknya? Ia begitu cantik dengan balutan busana muslimah. Semoga hatinya pun bisa secantik luarnya. Teringat beberapa waktu yang lalu, ketika Syifa dengan terang- terangan menghina Rahma yang mengenakan hijab dengan baju muslimah lengkapnya. Astaghfirulloh…
Di tempat lain…
            “Hey, Fa. Itu beneran loe? Kagak salah tuh penampilan? Kesambet jin di mana loe?” Teriak Ardy, sahabat Syifa yang jelas- jelas kaget melihat penampilan soulmatenya itu.
            “Udah lah mending sekarang loe lepas tuh jilbab. Lagian percuma loe pake baju gituan, gerah gue nglihatnya.” Imbuh temannya.
            “Gini deh, mending sekarang kita nongkrong di diskotik. Asyik tuh sambil dugem, cari gebetan baru bro.haha….” Tambah temannya yang lain.
Ucapan teman- temannya itu hanya masuk lewat telinga kanan dan keluar lewat telinga kiri bagi Syifa. Karena ia sama sekali tidak menggubrisnya, malah segera beranjak pergi dari kumpulan anak- anak itu. Teman- temannya hanya terbengong dan menganggap Syifa benar- benar kesambet.
                                                                        ***
            Suara adzan dzuhur berkumandang. Tampak beberapa orang mahasiswa berjalan menuju masjid. Pemandangan yang tidak asing sebenarnya, tapi bagi Syifa ini adalah sebuah legenda yang bersejarah dalam hidupnya. 3 tahun ia menuntut ilmu di sini, baru kali ini ia  menginjakan kakinya di masjid kampus. Meskipun ia sendiri saat ini bingung, apa yang akan ia lakukan di masjid ini sekarang. Apakah hanya duduk terdiam atau pura- pura sholat? Notabene ia sendiri pun tidak tau bacaan sholat, hanya gerakan yang ia ingat. Meskipun dulu ketika ke dua orang tuanya masih hidup ia pernah diajari sholat dan bacaannya. Sayang, waktu itu usianya masih 5 tahun. Dan materi mulia itu pun hilang begitu saja setelah orang tuanya meninggal dalam kecelakaan 15 tahun yang lalu.
            “Assalamualaikum ya ukhti. Lagi dapet ya, dari tadi ana perhatiin ukhti melamun sendiri di sini?” Tanya Rahma, gadis yang tadi pagi ia tabrak.
            “Eh,,,itu ee ..iya lagi dapet.” Jawabnya gugup. Sebenarnya ia mau berterus terang, tapi ia merasa malu. Malu kepada Allah, malu kepada perempuan yang pernah ia hina karena penampilan muslimahnya, penampilan yang dulu ia anggap kampungan dan norak, tapi sekarang malahan dia sendiri yang memakan omongan itu.
            “Syifa, aku sangat bersyukur Allah telah memberi kamu petunjuk. Aku ngga tau alasan kamu sekarang menjadi seperti ini, tapi aku yakin ini adalah jalan yang terbaik untuk kamu. Dari dulu, aku selalu berdo’a supaya suatu saat nanti kamu bisa hijrah ke jalan_Nya. Kalau kamu butuh bantuan, aku akan bantu kamu selama aku bisa dan Allah meridhoinya.” Ucap Rahma dengan nada tulus. “ Asal kamu tau, dulu aku sama seperti kamu. Menjadi orang yang ngga punya tujuan hidup. Dan saat aku berubah, cobaan itu selalu datang beruntun. Olok- olokan teman, cemoohan dan masih banyak lagi. Tapi aku udah bener- bener niat untuk berubah. Aku ngga peduli dengan orang menganggap aku apa. Dan hasilnya, seperti yang kamu lihat sekarang ini. Aku pun masih belajar, Syifa”.
            Tanpa terduga Syifa menangis dan memeluk Rahma. Dia begitu terisak. Rahma yang tadi berusaha tegar akhirnya luluh juga. Bagaimana pun dia pernah mengalami masa- masa seperti itu.
            “Rahma, gue bener- bener takut. Gue ngga tau harus berbuat apa. Gue ngga bisa sholat, ngaji dan yang lainnya. Gue cuma pengin berubah.”
            “Aku mau bantu kamu, Syifa. Di sini kita keluarga, banyak saudara- saudara kita yang mau bantu. Dan mulai sekarang, kita akan memulai semuanya dari nol. Oke, ukhti?”
            Syifa hanya bisa mengangguk pelan, dia tak mampu berkata- kata.
                                                                        ***
            Meski mimpi itu tak pernah berhenti menghantui, setidaknya sekarang Syifa bisa tenang. Ia memiliki keyakinan, Allah lah yang mengatur segalanya. Hari demi hari ia lalui dengan belajar tentang Islam yang benar. Bahkan ia pun tak segan- segan berguru kepada seorang ustadz. Dan Rahma, perempuan yang kini telah menjadi sahabatnya selalu berusaha membimbingnya dengan baik. Dan cobaan itu sedikit demi sedikit bisa ia lewati.
            Minggu berganti bulan, dan sekarang memasuki bulan ke 7. Hari ini begitu aneh, mimpi itu tak datang lagi. Padahal selama setengah tahun ini mimpi itu tidak pernah berhenti mengejarnya, dan mimpi itu pula yang kini menjadi alat untuk membangunkannya di sepertiga malam untuk qiyamul-lail. Tapi pagi ini dia begitu bahagia, wajahnya nampak tidak seperti biasa. Wajahnya lebih bersinar, dan terlebih ia bahagia karena tante dan om nya yang selama ini menjadi orang tua pengganti untuknya telah tiba kembali di tanah air.
            “Tante, Syifa minta maaf selama ini sudah menjadi beban buat tante dana om. Syifa belum bisa membalas kebaikan kalian. Syifa sayang om dan tante.”
            Dan mereka hanya bisa saling menangis terharu dengan perubahan yang terjadi pada keponakannya itu.
            Siang ini, Syifa dan Rahma berniat untuk mengunjungi salah satu panti asuhan yang dekat dengan kampus mereka. Kegiatan ini memang sudah rutin tiap minggu mereka lakukan.
            “Rah, sholat dulu yuk di masjid situ.” Ajak Syifa.
            “ Ana lagi ngga sholat ukh, ana tunggu di sini saja sambil pesen es.” Jawab Rahma sambil tersenyum.
            “Oh ya, afwan ana lupa.” Syifa pun berjalan menuju masjid di seberang jalan raya. Tapi dia berhenti sebentar dan berkata sesuatu kepada Rahma, “Rah, syukron untuk semuanya. Kamu telah menjadi sahabat dan saudara terbaik untukku. Apapun yang terjadi nanti tetap bimbing aku dalam do’amu.”
Rahma kebingungan dengan omongan Syifa, tapi dia hanya mengangguk. Beberapa menit kemudian setelah Syifa selesai sholat dan hendak berjalan menemui Rahma, ia merasa seperti sedang terbang. Ia berjalan begitu ringan dan wajahnya terlihat begitu bersinar. Dia tidak mendengar teriakan Rahma, dan……
            “Brughhh” tubuhnya terjatuh seketika setelah tertabrak sebuah truk. Semua orang langsung mendatangi tempat kecelakaan itu, termasuk Rahma. Dia histeris melihat tubuh sahabatnya berlumuran darah diam tak bergerak namun wajahnya tetap tersenyum.
            “Innalillahi wa inna ilaihi rojiun” Ucap salah satu orang di kerumunan itu. “Dia sudah tidak bernafas”. Imbuhnya sambil mendekatkan ujung jarinya tepat di hadapan hidung Syifa.
            Rahma semakin histeris ketika seseorang mengatakan bahwa sahabatnya ini telah meninggal. Dia ingat kata- kata Syifa sebelum ia sholat tadi. Ia ingat tingkahnya yang berbeda dari biasanya. Dan ia ingat dengan wajah Syifa yang hari ini nampak lebih bersinar dari biasanya. Dan dia ingat semua tentang sahabatnya ini.
            Dan sekarang Rahma tau jawaban dari mimpi yang selama ini Syifa ceritakan. Mimpi itu adalah peringatan sekaligus petunjuk yang Allah berikan untuknya. Hari ini ia tidak bermimpi, karena hari ini mimpi itu telah menjadi suatu kenyataan. Allah memanggilnya, dan semoga dalam keadaan khusnul khotimah. Allah maha adil. Syifa kembali setelah ia berubah. Allah memberinya kesempatan untuk berbuat baik.
            Sore harinya jenazah Syifa dimakamkan bersebelahan dengan makam ke dua orang tuanya.
            “Kakak, Syifa telah menyusul kalian. Maaf selama ini kami tidak bisa merawatnya dengan baik seperti apa yang telah kalian amanahkan kepada kami 15 tahun yang lalu. Selamat jalan nak, semoga kalian bisa dipersatukan lagi dalam surga_Nya.”  Ucap tante Syifa.
            “Aamiin ya Robb, selamat jalan saudaraku” imbuh Rahma. Do’aku akan selalu menyertaimu. Dan kita pun nanti akan menyusulmu, ucapnya dalam hati.

            “ Allah selalu membukakan pintu maaf  bagi hamba_Nya  yang mau bertaubat. Wahai sahabatku, tak ada kata terlambat untuk kita hijrah di jalan_Nya. Sebelum jantung ini berhenti berdetak, sebelum nafas ini berhenti berhembus dan sebelum mata ini menutup untuk selama-lamanya, tak ada salahnya kita bertaubat. Kapan pun ajal bisa datang, hanya Allah yang tau. Bukan  harta yang kita bawa kalau mati nanti, namun amal perbuatanlah yang akan menjadi sahabat untuk kita di akhirat kelak.”
                                                            ***
           

0 komentar:

Posting Komentar