Minggu, 26 Oktober 2014

all about pharmacy

Standard
Aku sendiri tak tau dari mana harus memulai semuanya. Hidupku kini berubah 94 derajat (lho, knapa ngga sekalian 100 derajat aja,  -_-)
dua semester aku menjadi bagian dari dunia farmasi, rasanya masih seperti mimpi (makanya bangun jangan tidur mulu). Yes, aku memang anak farmasi yang kalau ditanya masalah obat ama emak atau bapak aku cuma bisa ngeliatin cicak - cicak di dinding diam- diam merayap (sambil pasang muka bego tentunya). Alhasil, ortuku cuma bisa senyum simpul.

Farmasi...oh farmasii.

Aku ngrasa dulu jamannya SMA hidupku tenang and datar aja. Banyak waktu luang yang bisa dihabiskan buat hang out breng sahabat. Nah loh sekarang?? boro- boro buat hang out, motongin kuku aja kalau ngga dipaksain panjangnya udah bisa melebihi tingginya pohon kelapa (lebay dkit).
Sebagai anak farmasi yang diadopsi dari SMA, tentunya ngga semudah membalikan telapak tangan untuk bisa beradaptasi di dunia farmasi ini. Masih nempel betul di kepala pas pertama kali ngambil keputusan kuliah di farmasi. Oke, fix ini miris banget. pas maen ke rumah tante google, aku di tolak mentah -mentah gara2 kagak lolos SNMPTN di salah satu universitas ternama di Indonesia. Oke, aku terima dengan lapang dada. Besoknya aku coba ikut seleksi di kedinasan, jurusan analisis kimia. Wowww kimia, aku memang kurang menyukai pelajaran yang ngajarin ngrakit bom itu Tapi entahlah, kimia memiliki daya tarik tersendiri rupanya Soal psikotes lewat, bahasa indonesia lewat, bahasa inggris apalagi (meskipun kurang yakin dengan jawabannya), matematika oke (secara pelajarn yang aku paling sukai gitu, hehe), biologi ngga masalah, masih bisa pake logika dikit, giliran ngbuka lembar soal fisika ama kimia, emaaaakkkkkkkkkkk gubrak!!! keringat dingin mulai keluar. Soal apaan ini? kancing - kancing di kemeja ku udah bolak -balik aku hitung. Bollpoint udah berulang kali aku jatuhin di option yg kira2 benar. Bener2 nyerah ini mah, udah pasrah.

 Saat itu juga aku mulai ngga yakin bakal diterima ato engga, buat cari aman aku daftar di salah satu universitas di Bogor (kampus yang sekarang ini). Dan pilihanku jatuh pada farmasi, seperti pilihan keduaku di SNMPTN. Soal test aku anggap lancar, karena aku pikir tes disini cuma buat formalitas doang. Entah waktu itu hari apa aku lupa, pengumuman di kedinasan udah keluar.  Sialnya kuota modemku abis, bolak -balik ke warnet penuh semua. Tapi untungnya ada temenku yang berbaik hati (yg ngrasa ngga usah GR) yg mau ngliatin hasil ujianku. Hasilnya, Eng ing eng...aku gagal ;( sakitnya tuh disini (sambil megang dada sebelah  kiri).
 Damn, tinggal satu harapanku. Yah Farmasi, semoga ini menjadi jalan pilihanku yang benar. Sesuai perkiraan, sabtu siang aku dinyatakan lolos seleksi masuk farmasi. Huftt, tenang...akhirnya dapat kampus juga.
 Meskipun awalnya aku ngebayangin, kalau ada orang yang nanya aku kuliah dimana, dengan bangga aku bakalan jawab "farmasi Unpad dong" (Yaah, skarang semuanya tinggalah mimpi #sambil nyediain tissue 2 gulung). Sebenarnya antara Unpad sma Unpak bedanya dkit sih (meski dalam kenyataannya mungkin kalian yang baca aja belum tentu tau unpak itu dimana), antara huruf D sama K doang. Jadi kalau orang yang salah denger, taunya aku kuliah di Unpad (kelihatan banget dipaksa-paksain  #hehe mau banget gituu.)
Oke semester pertama lancar, secara kebanyakan itu masih pelajaran SMA belum masuk ke dunia farmasi. perlu diketahui 70 % tmen2 di kelas jebolan SMF yang sudah tidak asing lagi dengan dunia obat- obatan.
Tapi apa, semester kedua adalah kehidupan yang nyata bagiku. Bukan lagi bayang- bayang dunia SMA. Saatnya beradaptasi . Miris banget waktu dosen dafarsos nanya apa yang dimaksud analgesik, antipiretik, dkk. Aku cuma bisa pasang senyum semanis mungkin dan berharap pertanyaan itu akan dilimpahkan ke orang lain. Tentang obat, aku cuma tau paracetamol. Obat yang sering dikasih ibu pas demam (yg lulusan SMA mungkin juga sama).
Belum lagi praktikum yang seminggu ada 5 mata praktikum  Semuanya udah berbau farmasi Bukan lagi fisika dasar yang buat anak SMA mungkin itu mudah. Sekarang kita udah mulai bermain dengan cincin benzena, yang selalu digunain pada struktur obat. Dan saat ditanya dosis, yg aku tau cuma obat itu diminum 3x sehari tanpa tau asal-muasalnya (bener- bener miris kan,,hiikkks). Padahal aku selalu berusaha duduk di depan, seenggak nya biar bisa tau gituuh. Eh yang ada malah kelihatan paling menyedihkan dibandingkan temen2 yang lulusan SMF  (aku mah apa atuh #sambil tutupin muka).
Begadang nyampe jam 2 malam udah sering aku lakuin, tdur cuma 2 jam adalah hal yang biasa. Bahkan temenku yang anak depok bilang pernah tidur cuma setngah jam gara2 ngerjain laporan yang seabreg (Alhasil di kelas udah merem melek, wkwk). 
Kebanyakan orang semedi di gunung, tapi buat anak farmasi semedinya di kamar di depan meja belajar aja udah lebih dari cukup (itu aja ngga ngejamin dapet wangsit engganya, nah loh?). Dimana disitu sudah berbaris buku2 pusaka anak farmasi kaya farmakope, ISO, IMO, Fornas, dkk. Bahkan aku pernah dua malam jaga lilin gara-gara mati lampu (udah seperti orang lagi ngepet #uupps).
 Setiap praktikum jangan kaget kalo ada anak farmasi yang ngerjain laporan di depan lab. (karena kami merasa waktu 24 jam terlalu singkat). 
Yang jebolan SMF  kalian wajib bangga, diam2 anak jebolan SMA itu mengagumi kalian (itu mah yang punya blog aja kali).
Satu fakta yang harus diketahui, kalau kalian masuk farmasi ngga perlu diet. Karena BB kalian bakal turun dengan sendirinya. Tapi jangan pernah takut masuk farmasi, karena justru dalam keadaan seperti inilah kalian akan menikmati indahnya menjadi seorang mahasiswa.


Semangat, S.Farm menunggu :)


Jumat, 24 Oktober 2014

Farmasiku :)

Standard
Apa yang ada di benak kalian tentang seorang farmasis? orang yang membuat obat? orang yang menjual obat? atau seorang pelayan apotek yang tugasnya hanya memberikan obat kepada  pasiennya saja?
Yah, mungkin itu adalah sedikit poin dari beribu- ribu pandangan  mata awam kepada seorang farmasis. Namun apakah kalian pernah berpikir bagaimana keras dan rumitnya perjalanan hidup  seorang farmasis?
Sebagai seorang yang sedang menekuni dunia farmasi ini, hatiku merasa tergelitik ketika seseorang mengatakan bahwa farmasis itu sama saja dengan penjual obat. Bagi kalian yang mencintai kesehatan, seharusnya tau pentingnya profesi seorang farmasis ini. Tapi kalau memang farmasis itu kurang eksis, maka akan saya perkenalkan siapa itu farmasis.
 Kuliah jam 7 pagi pulang jam 7 malam, atau bahkan lebih. Seminggu ada 6 praktikum, yang semuanya mencakup hafalan, hitungan dan butuh ketelitian. Buku laporan setebal kitab telah menunggumu pulang. Hafalan yang tersematkan berteriak- teriak minta kau ulang. Banyak jurnal terbengkalai yang belum kau selesaikan. Perhitungan dosis yang benar- bernar membutuhkan ketelitian, karena hubungannya dengan nyawa orang. Sediaan yang melenceng sedikit saja bisa membuat nyawa orang melayang. Urusan organisasi yang belum terselesaikan. Belum lagi berapa banyak gayung yang kami habiskan untk menampung air mata karena keputusasaan kami. Oh tidaaaaakkkkkkk....waktu kosong satu menit saja sangat berharga bagi kami. 
Tapi semua itu terbalas ketika kami berhasil membuat sediaan yang berguna untuk kesembuhan dan kesehatan pasien.


Katanya anak farmasi itu biasa saja, tapi apakah kalian tau bagaimana perjuangan anak lulusan SMA seperti saya yang mencoba untuk bertahan dan menyesuaikan dengan dunia obat- obatan dan cairan yang menurut kami itu asing. Saat kami berjalan dengan jas lab putih (yang merupakan seragam kebesaran kami) sambil menenteng buku dan dianggap kurang kerjaan. Kata siapa farmasi itu mudah,  sekali- kali tengoklah ke lab nya anak farmasi dan lihat apa yang terjadi di dalamnya. Berbagai macam cairan ada di dalamnya dan siap untuk direaksikan. Cairan yang berbahaya tapi kami siap menghadapinya. Kata siapa kuliah farmasi gampang, hehe..lihatlah kami yang selalu berjalan dengan menenteng jas lab yang warna putihnya setiap hari akan berubah menjadi kumpulan noda dan cairan. Karena kurang afdhol rasanya kalau jas lab kita ngga kena cairan. Itu merupakan kebanggaan buat kami. Menghadapi alat super mahal yang harganya sampai ratusan juta, yang dosen kami selalu bilang intinya uang jajan kami satu tahun pun ngga bakal cukup buat menggantinya kalau pecah.

Kata siapa anak farmasi itu ngga seperti dokter, lihatlah kuliah dan praktikum anfisman kami . Kami bisa menyuntik tikus, kelinci dan membelah katak.hehe...
Farmasi itu menyenangkan ko' :).
Menghadapi berbagai reaksi kimia, meneliti ini itu, dan tentunya mengenal alat- alat yang super wahh. Kita juga ngga kalah saing dengan kuliahnya anak sastra (lho?). Menghadapi pelajaran antara kelas dan laboratorium yang bisa sambil berjalan- jalan. Anggaplah ini jalan- jalan buat kami, karena kami hampir tidak memiliki waktu untuk refreshing, jadi jarak antara lab dan kelas kami anggap sebagai jalan- jalan.
Dan nanti kalau kita sudah apoteker, kita bakalan kaya dokter lho. Bedanya jas kita tetep bersih karena ngga berhubungan dengan darah atau bau- bau yang kurang sedap. Kami berhubungan dengan bau - bau obatan yang sudah kami racik dengan penuh kasih sayang untuk pasien kami. Kurang apa coba kalau punya istri atau suami apoteker, obat aja diberi kasih sayang lebih, apalagi kamu (#eaaaaa,,sekalian promosi nih jadinya).
So, jangan merendahkan anak farmasi Coba bayangkan kalau tidak ada anak farmasi, dokter mau kerja sama siapa? mau ngasih obat apa? kan obatnya kita yang bikin (#bangga dong :))
Khusus buat farmasis cewek, jangan bilang kami itu lemah. Kami itu strong lho..mengambil cairan dari pipet volume dan mengeluarkannya. Semua itu butuh tenaga ekstra, apalagi kami cewek yang penuh dengan kelembutan. Dan satu lagi, kami sangat sabar menunggu perubahan warna dan kalibrasi (apalagi menunggu kamuu #wkwkwk).
Jadi, masih mau menganggap rendah farmasis? Menjadi seorang farmasis itu suatu kebanggaan. Kita berhubungan dengan nyawa  orang. Memberikan sebagian hidup kita untuk orang lain. Tentang gaji seorang farmasis, jangan pernah takut. Allah telah mengaturnya.
Buat kalian farmasis muda, berjuanglah sampai titik darah penghabisan. Yang belum masuk dunia farmasi, yuuk ramai- ramai ambil bagian dari kami.

Salam Farmasis :)

Kamis, 23 Oktober 2014

Standard
Tahun Baru Hijriah
Assalamu’alaikum ikhwafillah, bagaimana persiapannya untuk menyambut tahun baru hijriah? Apakah sudah ada planning penting yang akan kalian manfaatkan di tahun baru islam yang hanya hadir setahun sekali ini?
Sebenarnya apa sih keistimewaan bulan Muharram itu? Bulan Muharram merupakan bulan pertama dalam urutan kalender Hijriah. Sering kali kita mengharapkan di bulan Muharram ini kita bisa lebih lagi dari tahun – tahun sebelumnya. Sebagaimana Rasulullah saw bersabda:
“Barang siapa yang hari ini lebih baik lagi dari hari kemarin, dialah orang yang beruntung. Siapa yang hari ini keadaannya sama dengan kemarin maka dia rugi, Siapa yang keadaan hari ini lebih buruk dari kemarin, maka dia celaka.” (Al-Hadits)
Sudah jelas dong dari hadits tersebut kita dianjurkan untuk apa?☺ 
Semangat Hijrah adalah semangat perubahan
Bulan Muharram bagi umat Islam dipahami sebagai bulan Hijrahnya Nabi Muhammad saw dari Makkah ke Madinah, yang sebelumnya bernama “Yastrib”. Sebenarnya  kejadian hijrah Rasulullah tersebut terjadi pada malam tanggal 27 Shafar dan sampai di Yastrib (Madinah) pada tanggal 12 Rabiul awal.
Adapun pemahaman bulan Muharram sebagai bulan Hijrah Nabi , karena bulan Muharram adalah bulan yang pertama dalam kalender Qamariyah yang oleh Umar bin Khattab, yang ketika itu beliau sabagai khalifah kedua sesudah Abu Bakar, dijadikan titik awal mula kalender bagi umat Islam dengan diberi nama Tahun Hijriah.
Penyambutan Tahun Baru Masehi dan Tahun Baru Islam
Memang kita bisa merasakan bedanya peristiwa penyambutan tahun baru Islam dengan tahun baru Masehi.
Tahun baru islam disambut biasa-biasa saja, jauh dari suasana meriah, tidak seperti tahun baru Masehi yang disambut meriah termasuk oleh masyarakat muslim sendiri. Sebagai titik awal perkembangan Islam, seharusnya umat Islam menyambut tahun baru Islam ini dengan penuh kesadaran dan introspeksi, merenungkan apa yang telah dilakukan dalam kurun waktu setahun yang telah berlalu.
Jadi inti dari peringatan tahun baru Hijriah adalah pada soal perubahan, maka ada baiknya momen pegantian tahun ini kita jadikan sebagai saat-saat untuk merubah diri menjadi lebih baik lagi. Itulah fungsi peringatan tahun baru islam.

Ada 3 pesan perubahan dalam menyambut Tahun Baru Hijriah ini, yaitu :

1. Hindari kebiasaan - kebiasaan lama / hal-hal yang tidak bermanfaat pada tahun yang lalu untuk tidak diulangi lagi di tahun ini.

2. Lakukan amalan - amalan kecil secara istiqamah dimulai sejak tahun baru ini yang nilai pahalanya luar biasa di mata Allah SWT, seperti membiasakn shalat dhuha 2 raka'at, suka sedekah kepada fakir miskin, menyantuni anak-anak yatim, dll.

3. Usahakan dengan niat yang ikhlas karena Allah agar tahun baru ini jauh lebih baik dari tahun kemarin dan membawa banyak manfaat bagi keluarga maupun masyarakat muslim lainnya.

Semoga dalam memasuki Tahun Baru Hijriah 1436 ini, semangat Hijrah Rasulullah saw ini tetap mengilhami jiwa kita menuju kepada keadaan yang lebih baik lagi dalam segala bidang. Sehingga kita bisa menjadi generasi Islam yang baik agamanya, baik kepribadiaanya, baik moralnya, tinggi intelektualnya dan terpuji dengan akhlakul karimahnya.

" Satu tahun sudah berlalu dan entah berapa banyak dosa yang aku tumpuk atau entah berapa banyak pahala yang aku dapat Tak bisa kuhitung- hitung karena hanya sang Khalik yang mengetahuinya, hanya ada satu do'a yang aku selalu panjatkan pada_Nya, " Ya Robb, berilah hamba kesempatan dan bimbinganMu untuuk bisa menjalani tahun ini lebih baik lagi dari tahun sebelumnya dan berilah hamba tambahan usia yang barokah".

Rabu, 08 Oktober 2014

cerpen diary hitamku

Standard
Diary Hitamku

Langit Eropa pagi ini tampak begitu cerah. Burung gereja saling berkejaran satu sama lain. Aku melihat diriku lekat- lekat di sebuah cermin di hadapanku. Sudah rapi, pikirku. Tiga tahun sudah aku hidup di salah satu negara di Benua Eropa ini. Hari ini aku akan mengakhiri perjalananku di sini. Aku melirik sebuah foto di atas meja, foto wisuda sarjanaku. Tak banyak yang berubah, aku masih sama seperti tiga tahun yang lalu. Foto itu seakan membawaku pada memori- memori yang telah lama aku simpan dengan rapi.
_
Bandung, 11 Januari 2010
Halo kamu,
Terima kasih telah hadir dalam mimpiku. Kamu tau, aku merasa seperti berada di dunia nyata kala itu. Aku begitu mengenalmu, dan kamu  pun sangat mengenal aku. Kamu sangat tau kesukaanku, kamu begitu memperhatikan aku.  Waktu satu malam rasanya sangat cepat ketika aku menjalaninya bersama kamu. Dan aku tau, aku akan segera terbangun. Terbangun kembali untuk ke sekian kalinya. Sebelum semuanya kembali ke dunia nyata,aku hanya ingin mengatakan bahwa aku bangga bisa mengenal dan menyayangimu meskipun aku tau aku takan bisa memilikimu.
            Kalimat terakhir yang tertulis rasanya begitu menyesakan. Aku pun tak mampu lagi menuliskan kalimat demi kalimat berikutnya untuk melengkapi diary hitam ini. Diiringi sebuah lagu dari Nano-sebatas mimpi yang mengalun merdu dari radio kesayanganku, semakin lama aku harus  semakin memendam perasaanku ini. Sakit. Bertahun- tahun perasaan ini tumbuh, dan ternyata semakin bertambah sakit. Diary yang berada di depan ku adalah saksi tentang perasaan yang selama ini aku pendam. Aku tak tahu diary ini entah diary yang ke berapa. Seingat aku, aku selalu mengganti diary yang telah penuh dengan coretan tentang dia. Yah, hampir tiga tahun aku bertahan dengan keadaan ini. Pengecut memang, hanya bersembunyi dibalik cover sebuah diary.
“Tok..tok..tok.” terdengar suara ketukan pintu dari kamar kost ku.
“Nina,,,lo di dalam kn? gue masuk yaa”
Suara ini aku begitu mengenalnya, Lisa sahabatku. Secepat mungkin aku menyembunyikan diary ku dan menghapus bekas air mata yang tidak sengaja jatuh. Mungkin berpura-pura tidur itu lebih baik, Lisa tidak akan mencurigaiku.
“Nina, gue masuk yaa.” Sahutnya lagi, karena tidak ada jawaban.
“Ya ampun Nina, ko lo masih tidur? Kita ada kelas jam 10. Ayoo bangun, udah jam 9 lewat.” Ucapnya sambil menarik selimut dan tanganku dengan paksa. Dia tidak tahu kalau aku Cuma pura-pura.
“Iyahh,,ini gue bangun. Tunggu bentar.”
            Tidak butuh waktu yang lama untuk bersiap-siap ke kampus. Faktor utamanya karena aku ngga bisa dandan. Berbeda dengan Lisa yang selalu tampil cantik dan rapi. Dia juga merupakan bunga kampus. Dia sangat feminim, banyak yang mengidolakannya. Saat ini kami memasuki semester akhir dan tidak lama lagi mungkin kami akan segera lulus. Kami berdua mengambil jurusan  yang sama. Saat ada Lisa, kesedihan akan terkubur. Dia pandai menghibur, tapi bukan pelawak. Hari- hari yang aku lalui bersama Lisa rasanya seperti permen nano-nano. Punya banyak rasa.
                                                            ***
            Hampir tiga bulan mimpi itu tidak datang lagi. Rasanya ada yang hilang. Mungkin ini cara Tuhan supaya aku bisa melupakan dia dan fokus dengan ujian yang sudah di depan mata. Di lain sisi aku merasa gundah, sudah beberapa hari Lisa tidak masuk kuliah, aku coba menghubungi hp nya tapi tidak pernah aktif. Di kost juga ngga ada, kata temen kostnya dia pulang ke Bogor. Tapi kenapa dia tidak memberiku kabar sama sekali, bukannya aku ini sahabat dia.
“Kring..kring…” Tiba-tiba handphone-ku berbunyi. 1 pesan diterima dari Nanda, komti di kelasku.
“ Nin, jam 10.00 lu d suruh ke ruang wadek kemahasiswaan.ini psen dr Pak Hilal”
Sesuai pesan Nanda, jam 09.55 aku sudah menghadap Pak Hilal. Dan kebetulan beliau sudah ada disana.
“Selamat siang, Pak.” Sapaku dengan senyum seramah mungkin.
“Oh Nina, silakan duduk. Ada yang mau saya bicarakan dengan kamu.”
Rasa deg-degan tiba-tiba menyergapku.
“ Nina, dua hari yang lalu kampus kita mendapat tawaran beasiswa dari salah satu universitas di Jerman. Beasiswa ini hanya berlaku untuk jurusan eksak. Berdasarkan penilaian saya terhadap sekian ratus mahasiswa di jurusan kita ini, kamu yang memenuhi criteria untuk menerima beasiswa S2 ini. Tapi dengan syarat, kamu harus mendapatkan predikat cumlaude saat kelulusan nanti. Saya yakin kamu bisa, karena dari 7 semester kamu telah berhasil. Apa kamu bersedia?”
            Mendengar berita ini, seperti sedang mendapatkan durian runtuh. Ini adalah impianku, kuliah di luar negeri dengan beasiswa. Tanpa menunggu lama lagi, aku langsung mengiyakan tawaran dari wakil dekan ini. Aku yakin orang tuaku pun pasti akan menyetujui. Setelah menyelesaikan tugasku aku segera pulang ke kosan.
                                                            ***
            Malam yang sungguh sepi. Mungkin ini adalah malam terakhir aku berada di kamar kost ini. Besok pagi aku harus segera terbang ke negara impianku, Jerman. Yah, aku berhasil mendapatkan beasiswa itu. Malam ini menjadi malam perpisahan antara aku dengan keluargaku. Untuk yang pertama kalinya mereka menginap di kost kecil ini, mengantarkan putrinya untuk menetap beberapa tahun di negeri orang. Tetapi terasa kurang, aku telah kehilangan sahabatku, Lisa. Semenjak 5 bulan terakhir dia menghilang. Bahkan saat kelulusanku pun dia tidak datang atau sekedar memberi ucapan selamat.
            Dengan hati berdebar, aku coba membuka halaman demi halaman dairy hitam ku. Mungkin ini akan menjadi coretan terakhirku tentang dia.
Bandung,25 Agustus 2010
Hai kamu,
Tepat 4 tahun sudah aku mencintaimu dengan diam, dan mungkin engkau pun takan pernah tau. Ini adalah tulisan terakhirku tentang kamu, besok aku akan terbang mengejar mimpiku. Kamu berhasil membuatku mengerti tentang arti cinta yang tak harus memiliki. Terima kasih telah hadir dalam hidupku. Ini adalah pertama kalinya aku akan menuliskan namamu di diary ini, tanpa harus menggunakan kata ‘kamu’. Namamu akan menjadi penutup dari diary terakhirku ini.
AKU MENCINTAIMU, RENDA ADI NUGROHO.
Semua buku diary dari awal aku kuliah sampai terakhir aku masukan ke dalam sebuah kardus khusus.  Setelah itu aku titipkan ke ibu kost untuk di jual di tukang buku kiloan. Biarlah itu semua menjadi kenangan dan bumbu dalam hidupku. Dan besok babak baru dimulai.
                                                            ***
3 tahun kemudian, hari ini…
Jerman, 18 Agustus 2013. Seketika lamunanku dibuyarkan oleh bunyi handphone di atas meja. Panggilan untuk segera merapat ke kampus. Hari ini adalah hari kelulusanku. Aku berhasil mendapatkan gelar M.Sc, Nina Dwi Arista S.Si , M.Sc lengkapnya. Lusa aku akan kembali ke Indonesia. 3 tahun aku mengejar mimpi di negeri ini, kini saatnya aku mengaplikasikan ilmuku di Indonesia.
            Pesawat yang membawaku ke tanah air tiba dengan selamat. Kulihat keluargaku telah menjemputku di bandara. Dengan berlinang air mata aku peluk orang tuaku erat. Tampak senyum kebahagiaan terpancar dari wajah mereka. Aku telah bertekad mengabdikan diriku untuk mengajar di kampus ku yang dulu. Ketika aku mengunjungi kampus, aku disambut dengan begitu hangat oleh civitas akademik kampus. Dan disitu pula aku mendapatkan sebuah undangan untuk menghadiri acara bedah buku suatu novel yang sedang naik daun. Di situ aku akan bertemu langsung dengan penulis novel tersebut.
            Dari kejauhan terdengar teriakan histeris para pengunjung. Ruangan yang begitu luas itu terlihat sempit dengan banyaknya pengunjung yang berdesak-desakan untuk melihat langsung si penulis itu, termasuk aku. Aku begitu penasaran dengan penulis yang mampu membuat pembacanya ikut larut dalam alur cerita itu. Apalagi katanya novel itu terinspirasi dari kehidupan dia langsung.
“ Apakah Renata ini berhasil menemukan kebahagiaannya?” Tanya salah satu pengunjung saat sesi tanya jawab. Dengan santai penulisnya menjawab :
“ Yah tentunya. Tapi kita tidak tau dengan siapa kebahagiaan itu ia dapatkan. Karena di lain sisi Adi menunggu kepulangannya untuk mengungkapkan yang sebenarnya. Kisah selanjutnya akan di tulis di part 2. Jadi tunggu saja tanggal terbitnya.”
Suara itu aku seperti mengenalnya, tidak asing lagi di telingaku. Aku berusaha masuk ke dalam ruangan mengalahkan beratus- ratus pengunjung. Dan aku berhasil. Namun, tiba- tiba aku seperti mati berdiri.
            Aku berkali- kali mencubit tanganku, memastikan ini bukan mimpi. Aku berhadapan dengan dia, Renda Adi Nugroho berdua dalam satu meja makan. Dia adalah penulis novel itu yang menggunakan nama pena Nugro Ariesta.
“ Kapan pulang ke Indonesia?” Tanyanya mencairkan suasana. Memang dari tadi kami saling membisu.
“ Seminggu yang lalu” jawabku dengan nada bergetar. Aku mencoba memalingkan pandanganku dari orang yang tidak bisa aku lupakan ini.
“ sudah baca novel ku?” Tanyanya lagi, dan aku hanya mengangguk pelan. Dari dulu aku memang ngga bisa berhadapan dengan dia, ngomong pun menjadi tidak lancar. “ Waktu itu Lisa datang ke kost ku, sehari setelah kamu berangkat ke Jerman. Kamu pikir dia menghilang, tapi ternyata dia cuti kuliah karena penyakitnya semakin parah. Dalam keadaan down itu dia memaksakan diri menemui kamu, tapi dia terlambat. Dia hanya mendapatkan sebuah kardus dari ibu kost kamu. Dia datang kepadaku setelah membaca isi diary kamu dan menyerahkannya padaku. Jujur aku kaget dengan isi tulisan kamu.” Dia berhenti sejenak sambil menatapku, aku menjadi salting. Apalagi kini rahasiaku sedang dibongkar olehnya.
“ Aku sama sekali tidak menyangka, Nin. Kamu sendiri bahkan tidak tau perasaanku sama sekali. Dari tulisan kamu itu kemudian aku terinspirasi untuk merangkainya dalam sebuah karangan. Dan aku yakin kamu juga pasti tau maksud dari isi novel itu.” Lanjutnya .“ Ada yang mau akau tanyakan ke kamu, apa kamu sudah menikah?”
            Deg, pertanyaannya begitu membuatku kaget. Sekilas aku mencoba memberanikan untuk menatap matanya, tampak ia menunggu jawabanku. Setelah menarik napas, aku menjawab pertanyaan Renda.
“Belum” jawabku pelan. Ku lihat dia menarik napas lega sambil tersenyum.
                                                            ***
            Hari- hari kini begitu indah aku lalui. Perjuangan di dunia ini tidak ada yang sia- sia. Bahkan berjuta-juta goresan penaku di diary pun kini telah menuai hasilnya. Renda Adi Nugroho, kini telah resmi menjadi pendamping hidupku.
            Saat ini kami sedang berada di pusara makam Lisa. Aku baru tau bahwa dia meninggal karena menderita gagal ginjal setahun setelah keberangkatanku ke Jerman. Aku benar- benar bersyukur telah di anugrahi sahabat yang begitu baik. Tak sadar, air mata menetes dari pelupuk mataku. Renda pun mencoba menggenggam tanganku dengan erat, mencoba menguatkanku.
‘Selamat jalan sahabat. Engkau adalah anugerah untukku’.